Friday, June 24, 2016

I Left My Heart in Kenawa - Sumbawa

Sabtu, 18 Juni 2016

Ini dia hari yang saya dan Incha tunggu-tunggu. Lalala yeyeye.  Akhirnya masa penugasan audit berakhir kemarin dan kita dikasi izin dari atasan untuk kembali ke Jakarta hari Minggu.

Pagi ini kami bangun pukul 03.30 WITA. Sembari Incha sahur, saya mandi kemudian bersiap-siap. Pukul 05.00 WITA kami beranjak ke Pool Damri di daerah Sweta Mataram. Bus yang akan membawa kami menuju Pulau Sumbawa akan berangkat pukul 6 pagi, untungnya kami ga telat :D
Ada yang tau kami mau pergi kemana? Yeay! KENAWA! Pernah dengar? Beberapa orang mungkin masih asing mendengar nama Kenawa, tetapi sebagai pengguna dan follower aktif Instagram Travel, Kenawa pasti ga asing lagi. Sebuah pulau kecil yang terletak di sisi lain NTB yaitu Sumbawa. Pulau Kenawa ini termasuk dalam wilayah Sumbawa Barat. 

Namanya memang Damri, tapi bukan seperti Damri di Jakarta dengan jurusan Bandara. Memang ada yang jurusan Bandara, tetapi Damri yang kami tumpangi ini seperti layaknya bus-bus ekonomi di pedesaan, jangan heran kalau penumpangnya membawa barang dagangan dalam jumlah yang sangat banyak. Dengan bermodalkan Rp 65.000/ orang, kami bisa menginjakkan kaki di Pulau Sumbawa (tarif tsb termasuk tarif penyebrangan kapal). Berhubung kami luar biasa ngantuk karena harus bangun pagi, sepanjang jalan kami tertidur pulas walaupun tanpa AC dan baru bangun ketika kami tiba di Pelabuhan Kayangan di Lombok Timur 2,5 jam kemudian.

Sambil menunggu antrian kapal yang akan menyebrangkan kami ke Pulau Sumbawa, saya turun sebentar ke toilet, sedangkan teman saya masih tetap di dalam bus. You know what happen next? Keluar dari toilet umum busnya ilang, oemji saya ditinggal! Daebak! Ternyata busnya hanya mendekati kapal untuk mengantri, saya udah takut kalau beneran ditinggal, masalahnya ransel, dompet, handphone dll ada di dalam bus :/

Akhirnya saya berhasil nangkring di bus lagi setelah mengejar bus sekuat tenaga :p Pedagang asongan mulai berdatangan menjajakan makanan, buah-buahan, hingga kain-kain khas Lombok. Buah nanas dan strawberry begitu menarik hati, buah favorit saya. Tapi dengan pertimbangan ribet bawanya, saya memutuskan ga beli L Justru yang menarik perhatian kali ini adalah pedagang “salak” yang berteriak nyaring menjajakan si buah salak. Tapi entah kenapa, ketika dia berteriak salak, yang ada di pikiran kami adalah Setan Suster Valak di Film Conjuring 2. Meme setan valak lagi booming banget di media sosial dengan pelesetan Salak, Malak, Talak, Taplak, Kolak, hingga sempak :/


Ini dia penampakan Pelabuhan Kayangan dari dalam Kapal

Setelah lebih kurang 2 jam penyebrangan, akhirnya kami tiba di Pelabuhan Pototano di Sumbawa Barat. Terlihat laut yang dikelilingi oleh banyak bukit-bukit. Dengan modal mulut, kami bertanya ke penduduk lokal cara menuju Pulau Kenawa. Akhirnya kami bertemu dengan Pak Jahar (081909277521), nelayan lokal yang akan membawa kami menuju Kenawa. Untuk tarif ke Pulau Kenawa PP Rp 250.000/ kapal (maks 7 orang). Berhubung kami cuma berdua, berasa mahal ya, tapi harga segitu berasa worth it banget setelah kalian lihat sendiri apa yang ada di sana :D

Perjalanan ke Pulau Kenawa ditemupuh dalam waktu kurang dari 30 menit. Sepanjang perjalanan kalian akan disuuguhi dengan pemandangan pulau-pulau dan bukit-bukit yang luar biasa indah. Akhirnya kami sampai juga di dermaga Pulau Kenawa, wow! Airnya ga nahan, super bening dan minta banget untuk dicemplungin :D

Di sana Cuma ada serombongan orang dari Maluk (Sumbawa) yang sedang survey lokasi Diving Centre. Omo! Hamparan savanna yang luas, dikelilingi bukit dan laut yang luar biasa cantik. No doubt, Indonesia is a part of heaven <3 Even words can’t describe.




Ga mau kalah ngehits sama orang lain. Saya wajib banget naik ke atas bukit dan foto dengan background savanna layaknya postingan-postingan di Instagram. Setelah mendakit beberapa menit, ditambah dehidrasi, akhirnya sampai juga di puncak. Dan saya cuma bisa bilang WOW! Makin takjub sama keindahan Indonesia. And I’m proud to be a part of them.





View from the top

Setelah puas foto-foto dan tidur-tiduran di puncak bukit, kulit makin menghitam, akhirnya kami memutuskan untuk turun dan pindah haluan ke laut :D Sampai di bawah, rombongan Diving sedang bersiap-siap untuk pulang dan pulau ini berasa pulau pribadi, cuma ada kami berdua :D

Mau renang ganti baju ga usah pake sembunyi-sembunyi, langsung ganti di tempat. Pasir putih, crystal clear water, semuanya surgaaaaa! Kalau ada kesempatan ke sini lagi, saya harus bawa tenda dan camping. We just acting like kids, running through the beach and geting fall into the ocean, yeaaay! Not just words, even pictures can’t describe as perfect as I saw with my ‘naked eyes’J




Can't stop myself not to jump :D


Crystal clear water and sun-kissed skin 

Sekitar pukul 3 sore, kami memutuskan untuk kembali ke daratan :D Berat rasanya meninggalkan pulau kecil nan cantik ini. Someday saya pingin banget bisa balik lagi ke sini, semoga masih terawat ya pulaunya :D Thankyou Kenawa <3

FYI, Pulau Kenawa adalah pulau tak berpenghuni. Menurut info sih, biasanya ada yang jualan, tapi karena ini bulan Puasa makanya tutup, termasuk kamar mandi. Akhirnya kami harus menumpang mandi di rumah penduduk, yaitu rumah Pak Jahar. Selepas mandi, kami segera bergerak menuju jalan raya untuk mencari travel atau bus yang akan menuju ke Mataram. 

Jarak dari desa tidak sampai 5 menit ke Pelabuhan Pototano. Setelah satu jam menunggu dan ga ada satupun bus atau travel yang lewat, kami mulai panik. Akhirnya saya menghubungi teman dan menanyakan transport lain ke Mataram sebagai alternatif. Ternyata memang tidak ada bus atau travel yang lewat di jam-jam kami menunggu. Transport tsb baru tersedia di atas jam 7 malam. Aigoo! Waktu sudah menunjukkan pukul 6 WITA. Jam berapa nih sampai di Mataram? Pertanyaan itu yang terlintas di pikiran kami. Untungnya saya bertemu dengan orang-orang baik. Mereka membantu saya mencarikan travel dengan jam terdekat dan ga berapa lama kemudian saya dapat travel ke Mataram. Lega rasanya.

Sekitar pukul 8 malam kami tiba di Pelabuhan Kayangan Lombok Timur. Duduk manis di dalam travel yang membawa kami kembali ke Mataram. Sekitar pukul 9.30 WITA kami sampai di tujuan akhir, pool travel Titian Mas di depan Lombok Epicentrum Mall. Awalnya kami berniat untuk naik taxi menuju hotel, tapi ternyata teman saya sedang baik, jadinya kami dijemput :p Emang dasar ga tau diri ya, gegara dijemput kami minta tolong dia untuk mengantarkan kami ke kantor cabang dulu karena ada laporan yang harus kami ambil. Jam sudah menunjukkan pukul 11.00. Bak petir di siang bolong, tiba-tiba mobil yang dikendarai teman saya naik trotoar hingga setengah badan mobil, tepat di depan kantor. Omo! Security kantor berhamburan keluar untuk membantu mendorong mobil turun dari trotoar. Entah kesambet apa, teman saya bisa mabok gitu nyetirnya HAHHAA. Akhirnya setelah laporan kami ambil, mobil sudah berada di track normal, kami bergegas pulang.
What a day! What a crazy and also an amazing day. I would never forget this laah ;)

Thankyou Kenawa, Thankyou Sumbawa, we're ready for another trip tomorrow :)

Saturday, March 19, 2016

Biduk Biduk, Hidden Paradise di Ujung Timur Berau

Seriously, internet memang sangat membantu saat-saat seperti ini. Informasi travel menuju Biduk biduk pun kami dapatkan dari review para bloggers.
Tujuan kami memang ke Berau, tapi tujuan utama kami bukanlah kota ini. Kalau Berau mungkin kalian sering dengar, tapi gimana dengan Biduk biduk? Mungkin agak asing ya. Tapi kalau Danau Labuan Cermin?
Sebagai penggila ataupun followers aktif instagram tempat-tempat wisata di Indonesia, kalian pasti ga asing dengan Danau Labuan Cermin yang fenomenal. Danau dua rasa, begitu biasanya mereka menyebutnya. Bagian atas danau merupakan air tawar, sedangkan bagian bawah adalah air laut alias air asin sehingga spesies yang hidup di danau ini gabungan dari 2 habitat tersebut.  Dan danau seperti ini hanya ada 2 di dunia, wow! Labuan Cermin ini terletak di sebuah desa bernama Biduk-biduk. Desanya seperti apa? Let me tell you later ;)

***
Sebuah pesawat tipe ATR membawa kami dengan selamat ke Bandara Kalimarau di Kota Berau (Tanjung Redep) dari Kota Balikpapan. Untuk ukuran kota kecil, Bandara ini cukup membuat saya tercengang. Bandara dengan desain minimalis full of glass ala-ala bandara baru desain minimalis di Indonesia.
Kami langsung menghubungi Bapak (saya lupa namanya, 082149699710) yang kebetulan bisa mengantar kami ke Biduk biduk. Awalnya, informasi yang saya dapatkan, tarif travel ke Biduk-biduk Rp 170.000/ orang. Tetapi karena kondisi travel tidak penuh, setelah negosiasi yang cukup berbelit-belit, akhirnya tarif deal di harga Rp 200.000/ orang. Sebelumnya si Bapak minta Rp 250.000/ orang. Maklum yaa bok, kami backpacker, setiap rupiah begitu berarti :p FYI, transportasi ke Biduk-biduk memang sulit, tidak ada transportasi umum sehingga hanya bisa mengandalkan penduduk lokal yang sedang berada di Tanjung Redep untuk kembali ke daerahnya. Kalau mau rental mobil, biayanya bisa Rp 800.000-900.000 sekali jalan.  
Perjalanan menuju Biduk-biduk ditempuh selama lebih kurang 6 jam perjalanan darat. Perjalanan kami dimulai pada pukul 2 siang, dan akhirnya tiba di desa Biduk Biduk pukul 8 malam waktu setempat. Selain karena jarak yang jauh, jalanan menuju Biduk-Biduk bisa dibilang sangat rusak sehingga lebih banyak memanfaatkan rem daripada gas :p Di awal-awal perjalanan, pemadangan sekitar hanya hutan-hutan belantara dengan binatang-binatang liar. Melihat anjing, ular, dll mati di tengah jalan sudah bukan hal yang asing. Mendekati tujuan utama, kondisi sudah malam sehingga tidak terlihat pemandangan sekitar. Yang jelas, saya sudah bisa mencium aroma-aroma air laut dan disuguhi pohon-pohon kelapa yang terbentang sepanjang jalan.
Pak Travel menyarankan kami untuk meniginap di Penginapan Mayangsari (081250716485). Dengan tarif Rp 200.000/ malam, kami mendapatkan fasilitas tempat tidur, kamar mandi dalam, dan AC. Penginapan di daerah Biduk-biduk cukup banyak. Bukan bentuk hotel, hanya seperti rumah penduduk dengan jumlah kamar yang banyak. Tapi kalau untuk tempat makan, susah banget nemuin tempat makan di sini hanya ada beberapa warung kecil. Desa ini bener-bener seperti desa penduduk, yang penghuninya sudah masuk ke dalam rumah semua di atas pukul 8 malam. Desa ini bukan di setting sebagai desa wisata sehingga untuk beberapa traveler nekat seperti kami yang jujur tanpa persiapan, kami cukup kebingungan.
 Selain Danau Labuan Cermin, sebenarnya kami punya tujuan lain yaitu Pulau Kaniungan. Tetapi, berdasarkan beberapa informasi yang kami dapatkan, kondisi gelombang sedang tinggi sehingga tidak ada kapal nelayan yang mau mengangkut penumpang ke sana. Di travel yang kami tumpangi, kebetulan ada seorang polisi yang membantu kami untuk mencarikan kapal. Katanya, kalau kapal ukuran besar mungkin masih mau untuk berlayar. 


Sabtu, 27 Februari 2016

Yeay! Bangun pagi dengan aroma pantai dan air laut, it’s heaven. My Vitamin-SEA is finally back! Woohooo! Dengan mata yang masih lengket karena masih ngantuk, saya bangun dan keluar ke depan penginapan. Finally, bisa ngeliat bentuk asli dari Desa Biduk biduk yang semalam Cuma bisa di terawang :p Pohon kelapa berderet rapi dengan garis pantai yang luar biasa panjang. Surga! Susah ngungkapin dengan kata-kata, kira-kira begini ya panampakannya :D

Benar-benar pagi yang menyenangkan. Dengan semangat 45 kami bergegas mandi dan sarapan supaya bisa cepat ke pelabuhan menemui kapal yang akan mengantarkan kami ke Kaniungan. Jujur agak random karena si polisi belum memberikan kepastian pada kami. Sembari menunggu info, kami berkeliling desa. Sekitar pukul 10.00 WITA si polisi baru menghubungi kami dan menyuruh kami untuk pergi ke pelabuhan. Now what? Kami ga tau gimana caranya ke pelabuhan. Si pemilik penginapan menawarkan motor mereka untuk dipinjam, ya istilahnya rental sktr Rp 50rb seharian. Kami pun bergegas menuju pelabuhan lengkap dengan peralatan tempur kami. Desa Biduk-biduk merupakan sebuah desa di tepi pantai, terdiri dari beberapa dusun. Nah, pelabuhan yang kami tuju berada di  dusun yang paling ujung dari Biduk-biduk. Sambil mengendarai motor yang melaju tidak terlalu kencang *sengaja sih* :D, kami menikmati perjalanan dengan rambut terhempas angin pantai. Sungguh pemandangan yang sangat memanjakan mata. Pesisir pantai berwarna biru dan hijau yang begitu panjang, sapi yang berkeliaran di tengah jalah, what a day! Smuanya tampak sempurna sebelum kejadian ban motor bocor >.< Kami baru setengah jalan menuju pelabuhan, tanya beberapa warga di mana tambal ban, ternyata tidak ada yang buka. Akhirnya kami memaksa mengendarai motor tsb kembali ke penginapan. Pupus sudah harapan kami mengingat hari semakin siang. Memang benar, mukjizat itu nyata. Saudara si pemilik penginapan sedang berkunjung dan akhirnya menawarkan untuk mengantar kami dengan pick up miliknya. Why not? Lets go dude >.<

Sampai di pelabuhan, kami bertemu dengan polisi di travel semalam. Ternyata beliau adalah polisi yang menguasai daerah laut dan perairan di desa itu, otomatis dia tau kapal dari mana saja yang transit atau menepi di sana. Dan dia menawarkan kami untuk naik kapal milik beberapa orang dari daerah Sulawesi yang sedang transit di sana. Sebuah kapal yang cukup besar dan sangat bersih. Awalnya kami takut, kami hanya cewek berdua sedangkan mereka 6 orang lelaki yang tidak kami kenal. Awalnya saya menerapkan prinsip don’t talk to stranger. Tapi mulut gemas juga pingin ngobrol, kepo juga untuk tanya-tanya semua hal yang saya temui di perjalanan. Akhirnya mulai lah basa basi dan kami menjadi akrab dgn mereka. Tadinya mereka mengira kami sombong, ehh akhirnya malah jadi ngobrol terus dan tidak sadar dengan ombak yang menghempas kami dengan gagahnya. Kalau tidak kapal besar, sudah pasti akan tenggelam.  
Bersama dengan seluruh awak kapal, kami akhirnya tiba di Pulau Kaniungan. Kami menyusuri pulau yang tidak terlalu besar. Sayang langit sedikit kurang mendukung karena mendung, tapi tidak menyurutkan kebahagiaan kami. Hanya ada beberapa penduduk di pulau ini, tidak lebih dari 5 rumah. Kata para awak kapal, penghuni pulau ini kebanyakan pendatang dari Sulawesi sehingga mereka langsung akrab dengan beberapa warga. Kalian tau apa yang mereka lakukan? Mereka minta ijin untuk mengambil kelapa langsung dari pohonnya. WOW! Dengan keahlian memanjat yang terbilang handal, mereka menaiki pohon kelapa dengan mudahnya dan melemparkan beberapa butir ke bawah. Kami di bawah dengan girang menangkapnya :D Entah memang karena haus atau doyan, kelapa-kelapa ini terasa sangat nikmat. Apalagi minum langsung dari buahnya, mengorek langsung dengan batoknya, asiiiik! This is how to be survive kalo lagi terdampar di pulau tak berpenghuni. Setelah berkeliling pulau dan mandi-mandi di laut, kemi memutuskan untuk kembali supaya ga kesorean ke Labuan Cermin. Penjalanan pulang terasa lebih cepat dan menyenangkan karena kami habiskan dengan mengobrol ini itu. Thanks ahjussi, sampai ketemu di daratan Sulawesi :D

The Famous Labuan Cermin

Setibanya di daratan, kami sudah dijemput olah saudara pemilik penginapan yang bernama Jupriyadi. Akhirnya kami merental mobil dia plus dia-nya sebagai supir untuk mengantarkan kami. Danau Labuan Cermin berada di Dusun Labuan yang kebetulan adalah tempat tinggal Jupri. Lumayan, kami dapat bonus tour guide juga :D Sesampai di dermaga, kami membeli tiket kapal untuk menyebrangnya. Tarifnya hanya Rp 100rb per kapal PP untuk maks 10 penumpang. Di loket tiket, tiba-tiba bapak penjual tiket menyampaikan sebuah pesan yang ternyata dari ibu-ibu yang ada di travel bareng kami. Katanya ‘kalau ada 2 cewe yang datang, dari Jakarta, disuruh mampir ke rumahnya’. Dan ternyata rumah ibu itu di sebelah loket penjual tiket. Akhirnya kami mampir dan ngobrol-ngobrol sebentara di warungnya sebelum melanjutkan perjalanan :D

Perjalanan ke danau sangat dekat, hanya sekitar 20-30 menit dari dermaga. Ketika sampai di sana, ternyata cukup ramai karena ada seorang anak pejabat yang sedang berlibur ditemani ajudan-ajudan yang luar biasa banyaknya. Kami mengambil spot yang agak pinggir, tapi lebih bagus katanya. Karena spot yang dipakai anak pejabat sudah terlalu mainstream di dunia per-instagram-an. *Padahal iri pingin ambil spot itu juga tapi kalah cepet :p Kami berenang di tepian danau, dalam sekali ternyata. Berhubung kemampuan renang saya terbatas, saya ga berani sampai spot yang terlalu dalam. Apa yang saya lihat dengan mata kepala saya sendiri jauh lebih indah dari di foto <3 <3 <3. Untung cuaca di sini sedang cerah jadinya danaunya kelihatan begitu indah.
Tapi mianhe-yo (read: maaf), foto yang saya ambil tidak bisa seindah aslinya karena hanya menggunakan kamera handphone seadanya. But surely, kalian harus ke sini, jauhnya perjalanan kalian bakalan terbayar lunas, trust me!
Kami hanya sekitar 2 jam di area danau dan akhirnya kembali ke dermaga. Kami buru-buru beranjak supaya bisa hunting sunset. Akhirnya kami memutuskan untuk menunggu sunset di Pantai biduk-biduk. Sebenarnya kalau ditanya ini pantai yang mana, agak bingung menjelaskannya karena sepanjang desa Biduk-biduk adalah pantai semua. Terima kasih sunset sudah menutup sore hari kami dengan sangat indah :)
Malamnya kami pergi ke pelabuhan menikmati bintang-bintang yang bertaburan di langit bersama orang-orang desa Biduk-biduk. Tampaknya ini tempat hiburan mereka satu-satunya :D

Sembari menikmati bintang dengan mata telanjang, tiba-tiba kami teringat sesuatu. Kami hampir saja lupa memesan travel untuk kembali ke Berau. Dan kami mulai panik karena tidak ada orang Biduk-biduk yang akan kembali ke Berau esok hari. Mereka mau jalan asalkan dengan tarif rental. What? 900rb? Ga sanggup! Akhirnya dibantu oleh Jupri, dia tanya ke beberapa tmnnya untuk membantu kami. Tapi tidak ada satupun yang dapat membantu kami. Akhirnya Jupri menawarkan bantuan untuk mengantar kami ke Berau karena kebetulan dia juga ada keperluan, walaupun tidak urgent. Kami harus berangkat maks jam 8 pagi esok hari supaya tidak ketinggalan pesawat. Pesawat kami menuju Balikpapan pukul 16.00. Perjalanan +/ 6 jam.


Minggu, 28 Februari 2016

HAPPIES BIRTHDAY to MY DEAR IBU from Biduk-biduk! <3
Love you to the moon and back :*


Pukul 8 pagi kami sudah siap. Mandi (checked), Sarapan (checked), we’re ready but not ready actually. Masih pingin di sini, bangun pagi dan menghirup udara laut yang segar, lagit biru cerah. Sambil menunggu Jupri, kami berjalan berkeliling desa.
Pukul 08.30 Jupri tak kunjung datang, kami mulai panik. No telp tidak aktif, kami ga ada alternatif lain untuk kembali di Berau. Untungnya pukul 09.00 Jupri sampai di penginapan, katanya hp-nya lowbatt dan dia ketiduran. Huaaa, kita udah panik setengah mati, untung dia nongol juga akhirnya , fiuuhh.
Kami langsung bergegas berangkat karena udah mepet banget waktunya. Bermodalkan pick up ikan alias Colt T, kami melibas jalanan Biduk-Biduk menuju Tanjung Redep. Dengan mobil super nyaman aja masih terasa seperti di blender. Bisa dibayangin dong kalau naik pick up gimana ahhahaha. Empuk empuk tajam gitu rasanya >.< Akhirnya tepat 6 jam kami tiba di Bandara Kalimarau Berau, tepat satu jam sebelum pesawat kami tinggal landas, untung masih keburuh, thanks God :D Thanks Jupri. Akhirnya kami memasuki pesawat dengan perasaan sedih sekaligus senang. Sedih karena belum puas liburan tetapi senang dengan cerita dan pengalaman yang kami bawa. 


We’re ready for Berau --> Balikpapan --> touchdown Jakarta.

See ya on the next ‘funtastic’ trip :D

Monday, March 14, 2016

1st Weekend at East Kalimantan : Suddenly BONTANG!


Hey there. Thank you for reading my absurd blog ๐Ÿ˜๐Ÿ˜ 
Udah lama banget aku ga blogging, almost 2 years. And I start to write again, hope you'll enjoy this! 

Sabtu, 13 Februari 2016

Ga kerasa udah weekend. Aku menginjakkan kaki di Samarinda sejak tanggal 10 yang lalu. Bukan Mita dan Laura namanya kalau ga nekat. Itulah yang terjadi (lagi) sama kita berdua kalau lagi dinas bareng kayak gini. 

Samarinda. Bukan kota dengan banyak tempat wisata. Itulah yang jadi salah satu pertimbangan dan kebingungan kami di sini. Walaupun keliatannya weekend kami bakal suram, kami ga tinggal diam untuk cari destinasi wisata terdekat. Fokus kami di kantor kalau weekend gini udah beda. Bukan kerja melainkan googling destinasi liburan :D

Pampang. Sebenarnya ini destinasi wisata incaran kita sejak awal. Lokasinya ga jauh dari Kota Samarinda. Desa Pampang merupakan salah satu desa dengan penduduk Suku Dayak yang memiliki kuping panjang :D Pernah dengar kan pasti? Cuma yang jadi masalah, acara di desa tsb cuma ada setiap hari Minggu pukul 14.00 siang. Sedangkan kami berpikir untuk destinasi lain yaitu Pantai Beras Basah di Bontang dengan jarak lebih kurang 3 jam dari Kota Samarinda (baru sampai Bontang kota nya ya :D) What shud we do? Kita harus pilih yg mana? Bisa dibilang ga memungkinkan kalau mau dapetin dua-duanya dalam waktu satu hari.

Di Sabtu yang agak suram dan hopeless ini kami mencoba memutar otak ginana caranya dalam 1 hari bisa dapat 2 destinasi wisata. Taraaaa! Tiba2 kami kepikiran untuk nekat naik kendaraan umum.

Jam kantor menunjukkan pukul 15.30 sore. Secepat kilat kami pulang ke hotel dan packing ekspres. Pukul 16.20 kami sudah berdiri manis di depan hotel menunggu angkot yang akan membawa kami ke Terminal Lampake. Dengan bermodalkan Rp 20.000 berdua, kami tiba di Terminal Lempake dalam waktu lebih kurang 40 menit. Apa yang terjadi? Bus dengan tujuan Bontang udah ga ada lantaran kami kesorean :( Mulai hopeless, stress mikirin weekend yang suram.

Ehhh, tiba-tiba ada abang2 taxi liar spt Avanza yang menawarkan tumpangan ke Bontang dengan harga Rp 70.000 per orang. Setelah mikir2 dikit akhirnya kita nekat pergi daripada liburan makin suram. Sekitar pukul 18.00 mobil mulai melaju. Pemandangan yang mayoritas hutan terlihat begitu indah ketika sunset muncul. Warna oranye sang Mr. Sun luar biasa cantiknya terlihat dari balik bukit. Setelah Mr. Sun lenyap, kami mulai tertidur pulas dan terbangun di tengah jalan ketika melihat area jalan yang cukup mengerikan. Melewati daerah tambang penuh tronton dengan jalanan berbatu tanah, tebing2 tinggi yang ga menutup kemungkinan bisa terjadi longsor. Setelah menempuh perjalanan lebih kurang 3 jam kami tiba di Kota Bontang. 

Jujur, kami belum browsing hotel di Bontang dan ga tau harus menginap di mana. Melihat kebingungan kami karena ga tau harus turun di mana, akhirnya salah satu penumpang yang 'baik hati' menawarkan kami untuk menginap di Guest House dekat rumahnya. Buat kami, yang penting bersih dan aman, harga ramah di kantong, hajaaaar :D Sebenernya sih karena ga ada pilihan lain :p

Akhirnya malam ini kami menginap di guest house yang namanya adalah Okra Leaf. Guest house yang nyaman dan bersih. Dengan harga per malam Rp 270.000 kami mendapatkan fasilitas tempat tidur double, AC, TV, kamar mandi dalam, dan sarapan pagi. Cukup ramah di kantong untung ukuran kota Bontang yang katanya super mahal. 

Berhubung perut ga bisa diajak kerjasama, kami keluar sejenak mencari makanan pengganjal perut. Ga jauh jauh, cuma di depan guest house. Jauh jauh ke Bontang kamu cuma makan pempek ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚ Sambil nonton layar tancep, ehh bola :p


Setelah perut bisa diajak kompromi kami kembali ke guest house untuk istirahat karena besok kami harus pergi pagi-pagi sekali ke pelabuhan. We dunno that new trouble is coming.

----------------------------------------------

Minggu, 14 Februari 2016

Happy Valentine's Day! ❤️
Valentine kali ini saya dan Laura harus jauh dari pacar. No probs, yg penting liburan jalan terus hahahhaha

Selesai sarapan pagi, kami bersiap meninggalkan guest house menuju Pelabuhan Tanjung Laut. Waktu menunjukkan pukul 6.30 WITA.
We're in trouble. Ternyata tidak ada angkot atau pun ojek di daerah tempat kami menginap. Ditambah lagi ini hari Minggu. Kami menyusuri jalan dan hopeless, ga ada kendaraan yang lalu lalang kecuali motor atau mobil pribadi yang bisa dihitung dengan jari. 
Akhirnya, dengan bermodalkan muka tembok ga tau malu, kami kembali ke guest house, padahal udah check out :p Kami tanya ke pegawai di sana tentanf transport ke Pelabuhan. Mungkin karena mereka kasian liat kita, akhirnya mereka menawarkan bantuan ojek ke pelabuhan dengan syarat gantian karena cuma ada 1 motor. Perjalanan ke Pelabuhan hanya sekitar 10 menit. 

Di Pelabuhan, kapal banyak, tapi ga ada penumpang lain selain kami :o :o Padahal dari hasil googling kita, bakalan banyak orang piknik di hari Minggu jadi kita bisa numpang supaya hemat biaya kapal. Per kapal (normal) ke Beras Basah dikenai biaya Rp 500.000. Cukup mahal kalau cuma ditanggung berdua. Tiba-tiba ada ibu2 baik hati yang menawarkan kapal bareng dengan keluarganya, gratis. Siapa yang sanggup nolak :D Tapi kenyataan berkata lain. Karena nahkoda2 kapal di sana tau kami datang berdua, mereka ga ngebolehin kami gabung di kapal ibu2 baik hati tadi. Karena kalau kami gabung, antrian kapal yg berlayar semakin lama.

Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 WITA. Sambil ngemper di trotoar, tiba-tiba mukjizat itu nyata. Sebuah mobil Putih parkir di dekat tempat kami duduk. 3 orang anak muda *kayaknya* turun dari mobil. Sambil sedikit nguping, keliatannya mereka juga mau ke Beras Basah. Akhirnya dengan tampang ga tau malu, kami menawarkan nyebrang bareng. Lumayan kan kalo biaya dibagi berlima hahahha. Tapi ternyata pemuda pemuda yang diketahui bernama Pandu, Prengki, dan Janur bermaksud untuk menginap di pulau. Akhirnya kamu deal untuk berangkat bareng dengan biaya Rp 600.000 dan kami akan kembali ke pelabuhan sebelum jam 12 siang. Jam 09.00 WITA kami baru mulai berlayar, perjalanan ke pulau ditempuh lebih kurang 45 menit. Gelombang cukup besar. Tadinya kami ingin ke Pulau Segajah yang katanya lebih indah. Tapu nahkoda ga brani karena geglombang besar ditambah lagi biayanya lebih mahal :D *lagi lagi budget*

Akhirnya kami sampai juga di BERAS BASAH! Yeay! Misi pertama berhasil! 


Ternyata aslinya ga jauh beda dari fotonya. Pulaunya memang agak kotor karena dipakai untuk camping, jadinya banyak sampah. Tapi jangan salah, air lautnya masih bersih dan bening bangeeet! ๐Ÿ˜๐Ÿ˜

Tanpa pikir panjang, aku dan Laura langsung ganti baju dan nyemplung siang bolong ke air.Kami memang paling ga bisa kalau lihat air nganggur :D




Hamparan pasir yang bentuknya memang mirip beras terasa nyaman di kaki. Aahhh, seneng banget bisa menghirup udara laut lagi. Langit biru cerah, gradasi warna air laut bikin kami lupa waktu. Sebelum jam 12 kami sudah harus meninggalkan pulau ini :( 


Setelah mandi kilat, kami berkemas. Mandi di sana ga gratis lho, harus beli air. Untuk 1 jerigen besar dikenai harga Rp 10.000 sedangjan jerigen kecil Rp 5.000.

Sebelum pergi, kami sempetin dulu foto bareng travel mate dadakan yang ternyata datang jauh jauh dari Balikpapan (jaraknya lebih kurang 6 jam dari Bontang) :D Sampai ketemu di Balikpapan, gaesss! ๐Ÿค—


Janur, Me, Laura, Pandu, Prengki
(left to right)

Kapal sudah menunggu dan kami beranjak ke Pelabuhan Tanjung Laut. Sesampainya di Pelabuhan kami langsung menuju ke jalan raya untuk naik angkot menuju Terminal Bontang. Sama seperti tadi pagi, jalanan luar biasa sepi. Akhirnya kami baik ojek dadakan alias pengendara motor yang menawarkan bantuan, ga bantuan juga sih, soalnya bayar :p Dengan modal Rp 25.000 per motor kami sampai di terminal dalam waktu lebih kurang 20 menit. Waktu menunjukkan pukul 12.00 WITA. Ga ada waktu untuk milih bus lagi karena kami dikejar waktu . Akhirnya kami naik bus, bisa dibilang busnya buluk, non AC, mirip kopaja lah kali di Jakarta :p Tapi yang pasti murah, cuma Rp 30.000 per orang, wow! Karena perjalanan siang, kami baru sadar medan perjalanan yang sebenernya. Ternyata jalan poros Bontang Samarinda ngeri juga, bukit2 naik turun tanjakan terjal :D Tapi walaupun begitu, ditambah lagi udara panas tanpa AC, kami bisa lho tidur di bus, saking capeknya :D

Bontang Samarinda ditempuh sekitar 3 jam. Desa Pampang berada di jalur Bontang - Samarinda. Mungkin sekita 2,5 jam dari Bontang. Kalau normal, kami bisa sampai di Pampang pukul 15.00. Tapi cobaan datang lagi, bus mampir berenti makan siang, tidaaaak! Perjalanan terhenti sekitar 30 menit. Kami udah was was ga kekejar ke Pampang. Akhirnya sekitar pukul 14.50 kami tiba di depan gerbang Desa Pampang. Bermodalkan ojek (kali ini ojek beneran) dengan tarif Rp 15.000 per orang, kami dibawa melaju kencang menuju balai desa yang berjarak lebih kurang 15 menit. Bahagia rasanya waktu sampai di Balai Desa dan acara masih berlangsung. Kami langsung masuk ke dalam, beraksi dengan kamera handphone sampai akhirnya MC mengumumkan tarian tersebut merupakan persembahan terakhir. What? :o :o 



No problemo, yang penting kami punya bukti nyata kalau sudah ke Pampang, foto! :D 
Cukup komersil juga ternyata. Tarif foto dengan Dayak Kuping Panjang Rp 25.000 untuk 3x foto sedangkan dengan penari non kuping panjang Rp 20.000 per 3x foto.

Here we go! 




Kalau dengan ibu ini agak istimewa gaes. Beliau tidak tergabung dengan penari lainnya di Balai Desa. Tarif fotonya pun beda, Rp 25.000 untuk 1x foto, ga bisa ditawar :(


Puas foto-foto dan membeli beberapa pernak pernik khas Suku Dayak, kami memutuskan kembali ke Samarinda smpai akhirnya kami sadar ga tau harus baik apa menuju jalan raya mengingat tadi aja jalannya jauh banget dan ga mungkin jalan kaki. Akhirnya kami menehkan ojek dadakan (lagi) yang mengantar kami ke gerbang depan. Hari sudah cukup sore, bapak2 yang mengantar kami ga tega kami menunggu angkot lama, takut kalau udah ga ada angkot lagi. Akhirnya mereka mengantarkan kami ke Terminal yang berjarak sekitar 30menit dari pintu gerbang Desa Pampang. Dengan modal Ro 30.000 saya sampai di terminal dan langsung bergegas naik angkot kembali ke hotel.

Thank you God for today. Berkat Tuhan hari ini luar biasa besar. Ketemu orang-orang baik yang mau memberi tumpangan kemana-mana. Walaupun bayar, itu ga brarti apa2. Apalah artinya punya uang kalau ga ada yang ngasi bantuan kan :D Anggap aja itu bonus buat mereka :D

To be continued ...